Penulis: Ariel Hidayat
Kebutuhan energi dunia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi. Terutama untuk sektor transportasi, 58% bergantung sepenuhnya pada energi fosil. Selain menipisnya ketersediaan energi fosil, isu lingkungan akibat penggunaan energi fosil menjadi masalah. Energi terbarukan menjadi terobosan dalam menangani masalah ini. Energi terbarukan sumbernya beragam: sumber langsung (panas, photochemical, photoelectric) dan sumber tidak langsung (angin, hydropower, fotosintesa dan biomassa, geothermal). Khusus untuk biomassa, perannya berkontribusi 9-13% dari total energi dunia. Biomassa berasal dari degradasi hasil alam dan industri terkait. Untuk menghasilkan energi, biomassa diproses dengan degradasi thermochemical dan biochemical process.
Pada industri gula, molases merupakan biomassa yang dapat diolah menjadi bioethanol sebagai energi melalui proses fermentasi dan selanjutnya hasil samping bioethanol, vinasse dapat diolah menjadi biogas melalui proses anaerobic. Kombinasi bioethanol dan biogas memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Bioethanol sendiri saat ini menjadi sumber subsitusi BBM (Bahan Bakar Minyak) paling berkembang di dunia. Kebaikan bioethanol sebagai energi antara lain:
Brazil sebagai barometer penggunaan ethanol, menjadi contoh sukses penggunaan bioethanol ini. Saat ini, Brazil berhasil menurunkan impor minyak sekaligus memanfaatkan ethanol pada saat harga gula dunia turun. Hampir 88%, kendaraan di Brazil telah berjenis Flex Fuel Vehicle’s (FFV) yang mempunyai fleksibilitas dalam penggunaan BBM dan bioethanol atau kombinasi keduanya. Pada tahun 2012, penggunaan BBM sebagai sumber energi murni terus menurun dari kisaran 50% dan digantikan oleh pemanfaatan bioethanol dan Flex Fuel (kombinasi BBM dan bioethanol) dengan target penggunaan BBM murni hanya 20% saja pada tahun 2030.
Tidak berhenti disitu, vinasse hasil samping bioethanol baik juga dikonversi sebagai biogas sebagai sumber energi. Sekitar 18% energi masih tersimpan pada vinasse dari sisa proses produksi bioethanol. Melalui serangkaian proses hydrolisis sampai methanogenesis, akan dihasilkan gas methane (CH4) yang dapat dimanfaatkan energi panasnya secara langsung atau dikonversi menjadi listrik bahkan sebagai bahan bakar kendaraan.
Ambil contoh, produksi umum biogas di Brazil sekitar 175 Nm3/m3 ethanol. Energi ini ekuivalen dengan 3,74 MJ/L ethanol. Sama halnya dengan bioethanol, biogas merupakan energi ramah lingkungan dibanding natural gas. Kombinasi bioethanol dan biogas diharapkan memiliki prospek cerah untuk terus dikembangkan. Terlebih Indonesia memiliki banyak pabrik gula yang dapat dikembangkan industri hilirnya sebagai bioethanol dan biogas. Kombinasinya mampu mengurangi emisi 89% tertinggi dibanding industri biomassa lainnya seperti jagung, gandum, singkong dll.
Sumber:
Zuuber P., van de Vooren J., 2008: Sugarcane Ethanol: Contributions to Climate Change Mitigation and Environment, Wageningen Academic Publishers
Meeyer J., Rein P., Turner P., Mahtias K., 2013: Good Management Practices for the Cane Sugar Industry, Verlag Dr. Albert Bartens
KG Cesaro A and Belgiorno V., 2015: Combined Biogas and Bioethanol Production: Opportunities and Challenges for Industrial Application,energies journal: www.mdpi.com/journal/energies
Belincata J., Alchorne J. A., Teixeira da Silva M., 2016: The Brazilian Experience with Ethanol Fuel: Aspects of Production, Use, Quality and Distribution Logistics, Brazilian Journal of Chemical Engineering: www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104-66322016000401091